Rabu, 26 November 2014

PENYAKIT MISTERIUS

Apakah kalian pernah melihat orang mengalami kejang-kejang dengan waktu yang lama dengan mengeluarkan banyak busa di mulutnya? atau apakah kalian salah satu di antaranya mempunyai penyakit seperti ini? Bahkan, beberapa orang di antaranya langsung kejang ketika dia bersentuhan dengan air atau api. Setelah orang itu mengalami kejang dalam waktu yang cukup lama, orang tersebut akan pingsan dan tidak menyadari sama sekali apa yang terjadi pada dirinya.

Yup! Benar sekali, penyakit ini namanya epilepsi atau bahasa populernya disebut “Ayan atau Sawan”. Ayan atau Sawan adalah penyakit yang secara langsung menyerang saraf otak manusia karena aktivitas yang berlebihan dari sekelompok sel neuron pada otak kemudian menyebabkan kontraksi otot. Gue adalah salah satu korban dari berjuta-juta orang yang mengidap penyakit tersebut.

Penyakit ini gue alami dan sadari pada akhir tahun 2008, ketika gue duduk di bangku kelas 3 SMP, semester 1. Waktu itu gue sedang mengikuti ujian semester pada hari senin, sekitar pertengahan desember. Ujian yang pertama gue ikuti adalah Bahasa Indonesia. Gue yang udah diburu waktu dan nggak sempat sarapan pagi, langsung berangkat menuju sekolah.

Pas ujian, gue cuma asal ceplas-ceplos jawaban di LJK karena nggak ada persiapan belajar. Yang penting, kalau jawaban udah keisi semua, gue udah ngerasa tenang tanpa harus kerja sama (satu orang kerja dan yang lain sama). Dua jam pun berlalu, para siswa langsung berhamburan keluar kelas dan membeli makanan agar bisa tancap gas lagi pas ujian.

Gue pergi ke kantin paling pojok sebelah kiri, penuh semua. Terus gue muter ke kantin pojok di sebelah kanan, sama saja. Gue maksain untuk berdesak-desakan agar kebagian sembako (makanan). Karena rasanya nggak memungkinkan, gue mutar arah lagi untuk beli jajanan yang ada di luar pekarangan sekolah.

Tiba-tiba saja, kepala gue terasa berputar. gue sekilas berpikir "Kayaknya ada gempa" tapi, tak ada satu pun yang teriak gempa. Makin lama kepala gue berputar makin kencang dan makin kencang lagi. Kesadaran gue makin menjauh.

TUUUT, TUUUT, TUUUT, TUUUT

Dimana ini? Gelap! snif, snif, Ini apaan ya? baunya enak banget! Oh, iya. Ini kan bau kentut gue" kata gue dalam hati. gue merasa ada percikan air di mata, gue membuka mata perlahan-lahan, terlihat kabur dan makin lama makin jelas.

Gue terbaring di atas kasur memakai singlet dan celana panjang biru dongker dan diberi tabung oksigen.“Ternyata ini yang bikin gue ngiler” kata gue dalam hati. Beberapa orang menyaksikan gue terkapar, ada guru Bahasa Indonesia gue Pak Fardinal, bokap fan nyokap.

Ada apa? Apa yang terjadi? Kata gue dalam hati !

Udah sadar ya, ky? tadi ngapain, kok sampai pingsan? Tanya bokap gue khawatir

Kenapa kamu tadi, nak? nyokap nanya

“.....”

Pak Fardinal bertanya "Ky, tadi kamu sedang ngapain?

"Nggak tau Pak". Gue curiga, jangan-jangan gue habis diperkosa sama bencong salon itu.

Terus, kenapa tadi kamu sampai pingsan?

Entahlah, Pak. Saya juga nggak ingat. Tiba-tiba aja saya udah terkapar disini.

Hmm... kalau gitu lekas sembuh ya.

Y, Pak !

Para guru berpamitan sama kedua orang tua gue dan kembali  mengawas di sekolah. Gue bertanya dalam hati “tadi gue ngapain ya?” gue terus mencoba mengingat apa yang terjadi sama diri gue, mencoba mengingat dengan lebih keras tapi, gue tetap tak ingat apa-apa. Dan tiba-tiba kepala gue terasa berputar lagi kemudian, hilang.

Kamu tadi ngapain di sekolah, kok sampe jadi kayak gini? Bokap nanya

Nggak tahu, Pa. Aku benar-benar nggak ingat apa-apa !

Tadi pagi kamu sempat sarapan nggak? Nyokap tanya balik

nggak !

Tu makanya kamu jadi pingsan kayak gini. penyakitmu kumat lagi.

“....” (Emangnya gue kena penyakit apa)

Satu jam kemudian, dokter memperbolehkan gue pulang. Sebenarnya gue mau bawa lari tuh tabung oksigen tapi, gue urungkan niat itu. Bisa-bisa status gue yang jadi pasien berubah menjadi tersangka. Bokap menyetir mobil dan nyokap duduk di kursi samping beliau sementara, gue terbaring lemas di belakang, nggak bisa melakukan apa-apa.

Sesampainya di rumah, nyokap mengurusi gue yang sedang terkapar di kamar. Beliau yang menggantikan gue pakaian sampai menyuapi makanan. Sore harinya, gue sama nyokap pergi ke Apotik untuk mengecek kondisi kesehatan gue.

Gue dibantuin nyokap ketika lagi jalan untuk menjaga keseimbangan karena kepala gue terus-terusan berputar. Gue juga berusaha keras mengingat apa yang telah gue alami di sekolah dan akhirnya membuahkan hasil.

Setelah ngantri sekian lama. Akhirnya tiba giliran gue untuk memeriksa kesehatan gue. Dokter bertanya...

Bisa jelaskan apa penyakitnya?

Nyokap gue jawab "anak saya tadi pagi pingsan di sekolah, Buk!

Kenapa bisa sampai pingsan?

Karena dia nggak sarapan pagi  sebelum berangkat.

Tiba-tiba...

Aduuh, ma... pusing lagi ini. Gue megang kepala. Langit-langit ruangan terlihat memutar 

Pejamkan matanya, pejamkan !

Gue menuruti saran dokter itu, rasa berputar di kepala gue langsung hilang.

Setelah diperiksa, gue diberi obat tablet dan diberi surat pemeriksaan ke Rumah Sakit M. Djamil.

Selama satu minggu gue istirahat penuh di rumah. Gue terpaksa harus mengikuti ujian semester pas lagi kelas meeting selama 4 hari dan, selama 4 hari itu juga sebagian dari teman gue nge-bully apa yang gue alami, salah satunya ada yang bilang....

            "Lo ngapain kemarin kejang-kejang sampai berbusa kayak begitu? lo minum sabun cuci, ya?"

 Sembarangan ngomong nih anak, Lo pikir gue mesin cuci? Gue sakit hati ketika dibilang kayak begitu, sampai-sampai gue berpikir untuk membakar orang-orang ini pake bom molotov, tmemutilasi tubuh mereka terus, hasilnya gue jual ke Israel.

Untung nggak semua orang di sana ngebully gue. Sebagian teman gue ada yang khawatir akan kesehatan gue dan menasehati gue untuk menjaga kondisi fisik. Dari situ gue mulai tahu yang mana yang benar-benar seorang teman dan mana teman yang cuma sekedar numpang ketawa.

Ketika penerimaan rapor, gue minta izin sama Wali Kelas gue untuk pergi ke Rumah Sakit M. Djamil dan ditemani sama Bokap. Sesampainya di rumah sakit, gue disuruh sama dokter ke sebuah ruangan untuk pemeriksaan otak.

Otak gue diperiksa dengan sebuah benda yang namanya EEG (bukan telur, perhatiin tulisannya) yang bentuknya terdiri dari beberapa kabel dan ditempelin di kepala. Gue juga disuruh minum obat tidur oleh dokter agar aktivitas kerja otak gue terekam semua.

Setelah selesai diperiksa, tak ada tanda-tanda dari penyakit tersebut. Dokter bilang kondisi gue baik-baik saja. Dan gue ngeliat hasil rekaman kerja otak. Gue nggak ngerti sama sekali apa maksud dari hasil pemeriksaannya.

Sesampainya di rumah...

Gimana pa hasil pemeriksaannya? Nyokap nanya

Nggak ada. baik-baik saja, nih buktinya (memberikan hasilnya)

Hmmm... ! kali ini kamu harus jaga kesehatan ya. mama gak mau kamu kayak gini lagi. Dan kamu harus minum obat ini selama 3 tahun.

Loh, kok gitu ma?

Ya, iyalah. Penyakit kamu bukan penyakit sembarangan. Sejak umur 2 tahun kamu udah kena penyakit ini.

Hah, Umur 2 tahun? Kenapa mama nggak ngasih tahu?

Loh, bukannya kamu udah lama tahu? Waktu dulu kan kamu minum obat ini sampai umur 5 tahun. Bahkan kamu ingat mama terus untuk minum obat.

 “.....” (emang benar, ya?)

 Ini ky, hasil pemeriksaan yang sekarang sama pemeriksaan waktu umur kamu 2 tahun. Coba bandingin sama yang dipegang mama.

Gue ngebandingin hasil kertas ronsen pas umur 2 tahun sama yang 15 tahun. Disana ada beberapa perbedaan. Hasil pemeriksaan pada gue pas umur 2 tahun, terdapat beberapa garis datar lalu diikuti dengan beberapa gelombang. Sedangkan hasil ronsen umur 15 tahun nggak ada satupun terdapat garis datar. Gue nggak ngerti. Jangan-jangan ada gempa bumi di kepala gue?

Gue meminum obat itu cuma selama satu bulan karena gue merasa bosan sama tuh obat. Tiba-tiba, penyakit itu muncul lagi ketika gue duduk di kelas satu SMA pas lagi ulangan Matematika. Meskipun nggak separah tahun lalu, gue terpaksa harus diservice ulang.

Penyakit itu terasa sangat misterius bagi gue, dia muncul kapan saja dan dimana saja tanpa minta izin terlebih dahulu. Di saat gue sedang lengah dan langsung ingin membunuh.

Gue dimarahi Bokap karena gue nggak disiplin atas kesehatan gue. Gue terpaksa harus minum obat itu lagi selama 3 tahun tapi, gue tetap aja merasa bosan. Gue minum tuh obat cuma sampai 1 ½ bulan.

Gue punya alasan tersendiri kenapa gue nggak mau minum obat itu karena gue nggak mau ketergantungan sama obat-obatan. Gue bukan anak kecil yang harus minum obat tiap hari dan tidur di ketiak mami. Setengah diri gue ngerasa putus asa percuma aja diminum tuh obat bertahun-tahun tapi nggak ada yang berubah tapi setengah dari diri gue masih mempunyai harapan untuk tetap bertahan tanpa harus ketergantungan sama obat kimia.

 Pada suatu waktu, gue mulai mengkonsumsi sebuah suplemen yang lagi populernya pada waktu itu, namanya SGF (Supergreen Food) bentuknya bulat pipih kecil berwarna hijau tua. Sebagian orang bilang kalau suplemen ini  mengandung banyak khasiatnya bahkan sebagian orang juga bilang kalau ini adalah obat herbal. Gue minum suplemen 10 tablet perharinya secara rutin selama satu bulan.

 Satu tahun berlalu, gue masih duduk di bangku kelas 2 SMA. Ketika gue magang di Hotel Pangeran Beach Padang, salah seorang dari karyawan hotel itu bilang kalau sepupu perempuannya juga mengidap penyakit yang sama dengan gue.

Dari waktu kecil dia juga mengidap penyakit misterius itu tapi, sekarang penyakitnya sudah tidak muncul lagi karena dia juga mengkonsumsi suplemen yang sama dengan gue. Yang gue ingat dari perkataan karyawan itu bahwa sekarang dia membuka sebuah usaha obat-obatan.

 Meskipun gue nggak ketemu cewek itu secara langsung, gue senang bahwa ada orang yang mengalami penderitaan yang sama dengan gue. Hanya dengan orang yang mempunyai penderitaan yang samalah kita bisa saling memahami, berbagi, dan menyemangati.

 Empat tahun berlalu, sekarang gue melanjutkan pendidikan gue di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di kota Padang. Sampai saat ini, penyakit misterius itu tidak muncul lagi.

 Gue belajar banyak dari kehidupan gue sendiri yang mempunyai penderitaan dan juga setiap kegagalan beruntun karena kecerobohan gue. Gue berharap ke depannya gue bisa hidup lebih baik tanpa harus mengeluh dan membebani orang lain. Amin.


I now am adult. In my 21 ages, I hope it will never come again. 

0 comments:

Posting Komentar