Selasa, 28 April 2015

I'm Number Four

         Setiap pribadi manusia pasti mempunyai sesuatu yang ingin dicapai dalam kehidupannya. Why? Karena menurut gue, hasrat tersebut timbul di berbagai macam alasan. Mulai untuk demi diri sendiri, terinspirasi dari orang lain, ingin memiliki apa yang dimiliki orang lain, dan atau untuk orang-orang yang kita cintai. Ya, itulah manusia. Masing-masing manusia selalu mencari diri dengan jalan yang bermacam-macam ragam. Dari semua macam ragam jalan hidup itu, alasan utamanya adalah karena semua manusia mempunyai alasan untuk hidup meski kita sedang kehilangan jati diri sekalipun. Sayangnya, ketika ada halangan dan rintangan yang bahkan sebenarnya itu bukanlah hal yang menjadi hambatan, kita justru patah semangat sambil bilang :
            ‘Ah, kayaknya nggak mungkin, deh!’
            ‘Huft! Susah. Gue nyerah aja’
            ‘Udahlah. Mungkin ini bukan jalan hidup gue’
            ‘Percuma gue hidup! Mending mati saja’
            ‘Blablablablablablablablabla’ (dan sebagainya)
            Memang, sebenarnya itu bukan hambatan. Justru kita sendiri yang menganggap bahwa hal tersebut sebuah hambatan. Wajar. Manusia nggak ada yang sempurna browh. Setiap orang pasti juga bakal sampai ketitik jenuhnya meskipun seorang nabi sekalipun. Ya, iyalah. Nabi juga manusia, kan? Setiap orang yang hidup di dunia ini mempunyai jatah kegagalan. Bagi gue, kegagalan merupakan modal utama agar bisa melangkah dengan pasti dan lebih jauh. Kegagalan berguna sebagai pelajaran bagi kita agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Dengan adanya kegagalan, kita ditempa untuk mempunyai mental yang kuat.
             So, dalam cerita ini, gue mau curhat sama korang (kalian maksudnya) tentang kegagalan terbesar yang pernah ada dalam hidup gue.
            Kegagalan terbesar ini gue alami ketika berumur 192 bulan (berapa tahun ayo? Hadiahnya emas loh. Kalau anda benar, emasnya bisa diambil di lubang WC terdekat) Gue tinggal kelas di kelas X. Pada saat itu, gue merasakan penyesalan yang teramat sangat. Tapi, disisi lain gue berniat untuk memilih jalan ini. Seperti yang udah gue bilang di cerita sebelumnya. Gue tinggal kelas di MAN 2 PADANG. gue masuk ke sekolah itu karena gue emang didesak oleh pilihan yang berat. Selain itu, bersekolah di sana juga bukan pilihan hidup gue. Selama di MAN 2 PADANG gue pernah difitnah yang nggak-nggak oleh teman-teman gue. Efeknya, gue kurang akrab kalau bergaul dengan teman-teman cewek yang ada di lokal. Memang benar, fitnah itu lebih kejam daripada fitness pembunuhan. Untungnya ini nggak berlangsung lama. Setelah gue memasuki dunia perkuliahan. Diri gue kembali lagi seperti sedia kala.
            Oke, gue mulai mau curhat. Baca dengan seksama ya! Ceritanya kayak gini :
            Waktu itu, gue sedang mengikuti pelajaran Matematika. Pelajaran yang bagi para siswa-siswi merupakan pelajaran yang bikin nambah beban di kepala ini. Bahkan, beban berat di kepala malah jadi nambah berat beban hidup mereka (kalau nggak percaya, silahkan survei sendiri). Semua tulisannya dipenuhi dengan algoritma. Angka bercampur huruf mirip kayak tulisan alay zaman sekarang. Mungkin ini adalah salah satu penyebab tulisan alay menyebar begitu banyak di media sosial. Untung aja gurunya nggak pernah NuL15 K4y4k 61N1. Jadi waktu itu, absensi kelas masih dalam keadaan manual atau dengan kata lain masih di tulis sama siswanya sendiri kalau lagi belajar (bagi yang anak sekolahan pasti tahu). Absensi mulai ditulis dari siswa yang paling pojok kanan depan, kemudian berjalan dari kiri, belakang, kanan, belakang, dan sampai tiba digiliran gue. Pas beres nulis absen, Gue ngasih absen itu sama teman cewek sebelah yang duduk di bangku sebelah kanan. Anggap saja nama cewek itu “Nina” (kalau mau nanya soal tampangnya cari tahu aja lewat google). Gue ngelihat dia sedang asyik ngobrol dengan teman sebangkunya. Terus, gue negur dia untuk ngasihin absen.
Gue  : ‘Nina, nih absen!
Nina : (dia ngobrol bisik-bisik sama teman sebelahnya)
Gue  : ‘Nina, ini absen!’ Gue ngulang.
Nina : (kali ini ngobrolnya makin kencang sambil ketawa-ketiwi)
Gue  : ‘Nina, ini absen!
Nina : (sekarang dia malah ngakak guling-guling+lompat kayak monyet)
Gue : (ngambil Toa) ‘WOOOOOOI, ABSEN WOOOOOOOI !’
Nina :  (makin parah, ngakaknya udah sampe boker di atas meja belajar)
            Karena nggak sabar, gue ngagetin dia sambil ngehentakin kertas absen di atas mejanya. (ngomong-ngomong gaya ngakaknya yang terakhir lupain aja).
‘WOY, NI ABSEN. BUDEK AMAT SIH LO!!’  
Si Nina kaget sampai lompat nembus atap sekolah. Kepalanya nyangkut di atap.
            ‘ASTAGFIRULLAHALADZIIIM, ZAKY KAMU ITU YA, !@#%$&*)(.’
            ‘Salah lo sendiri, kenapa budek?!’
            Si Nina ngerenggut kertas itu sampai tangannya ngetril. 
            Gara-gara perbuatan gue, teman-teman gue secara spontan  mencemooh gue dengan bilang bahwa gue barusan megang (maaf) payudaranya. Gue nggak ngerti. Gue nggak terima. Gue sama sekali nggak ngelakuin hal parno itu. Mereka membesar-besarkan hal yang sama sekali nggak gue lakuin. Sumpah serapah langsung nyambar dari mulut gue kayak kotoran, bakteri, sampah, gembel, jahanam dan lain-lain sebagainya. Terkutuklah kalian. Batin gue memberontak.
            Karena kejadian itu, setiap harinya gue dipanggil dengan sebutan ‘Mafia’. pas belajar dipanggil Mafia, lagi jajan dipanggil Mafia, lagi naik ojek dipanggil Mafia, lagi buang hajat juga dipanggil Mafia. Gue yang sudah terlanjur difitnah dan dihina, nggak bisa ngelakuin apa-apa. Di dalam hati, muncul niat untuk ninggalin sekolah itu. Gue berniat untuk tinggal kelas. Nggak ada gunanya gue terus-terusan sama para berandalan itu. Jika para berandalan itu nggak sekelas sama gue, semua nggak bakal jadi kayak gini.
            Satu tahun kemudian, Apa yang gue lontarin di dalam batin ini benar-benar menjadi kenyataan. Waktu nerima rapor, nyokap gue nggak bisa hadir karena sibuk kerja. Jadi, walinya waktu itu Abang sepupu gue. Dia bilang gue tinggal kelas.
            Pertamanya gue nggak percaya dengan apa dibilang sama abang gue. Tapi, setelah ngelihat raut wajahnya yang serius, perasaan gue langsung remuk seketika, kata-kata negatif yang gue ucapin benar-benar terjadi. Gue putus asa, kehilangan arah, merasa menjadi sampah, dan nggak ada gunanya lagi gue sekolah. Untuk apa menempuh pendidikan kalau cuma untuk di-bully? Emang seharusnya waktu itu gue milih apa yang menjadi pilihan gue.
            Gue bilang sama nyokap kalau gue mau berhenti sekolah aja. Nggak ada gunanya dilanjutin. Umur gue udah terbuang, kehidupan gue rasanya cukup sampai di sini. Terserah aja apa yang terjadi dalam hidup gue ini. gue nggak peduli. Waktu itu gue berpikir kiamat udah dekat (2012 udah lewat woi). Kalau seandainya kalian semua berada di posisi gue, pasti rasanya sangat menyakitkan. Sakitnya tu disini (Sambil nunjuk pantat).
            Beberapa hari setelah itu, orang tua gue mulai ngarahin kehidupan gue yang udah remuk redam. Nyokap bilang ‘Seharusnya Mama emang harus ngikutin minat kamu di jurusan TKJ. Mendingan kamu ngulang lagi, di SMK N 6 PADANG dengan jurusan yang udah jadi minat kamu dari dulu’. Apapun yang terjadi, kamu harus tetap sekolah. Minimal tamat SMA. Malu Mama kalau sampai kedengeran sama kakek kamu kalau kamu nggak sekolah’ Kata Beliau. Tapi, di sisi lain Bokap justru berkata sebaliknya ‘kamu boleh masuk SMK N 6 PADANG tapi jangan jurusan TKJ, jurusan Akomodasi Perhotelan. untuk apa kamu masuk jurusan komputer? Sepupu kamu aja jadi pengangguran kelas teri setelah tamat kuliah jurusan komputer’. Gue memahami apa yang dibilang Bokap. Mau nggak mau, gue harus nurutin keinginan beliau.
            3 hari kemudian, pendaftaran untuk siswa baru mulai dibuka. Gue mendaftar sendiri ke SMKN 6 PADANG. Waktu itu ada 3 pilihan sekolah yang bisa gue ambil. Sekolah pilihan yang gue ambil adalah SMKN 6 PADANG jurusan Akomodasi Perhotelan, SMKN 7 PADANG (Kalau nggak salah jurusan tentang seni) dan SMKN 9 PADANG jurusan Akomodasi Perhotelan. Beberapa hari kemudian gue lulus di SMKN 6 PADANG sesuai dengan pilihan. Gue harus mulai petualangan ini lagi dari awal :


KELAS X :

            Di minggu pertama baru 2 hari mengikuti Masa Orientasi Siswa, gue di-bully oleh beberapa siswa yang seharusnya jadi adik kelas gue. Kabar ini pastinya disebarkan oleh seseorang yang bersekolah di sekolah yang sam dan gue mengenalnya. Dia preman sekaligus ******** yang tak tahu diri. Sebut saja namanya si Roy (samaran). Si Roy ini tampangnya brewokan, rambut nggak pernah disisir rapi, perokok kelas kakap, kalau boker pasti lufacebook dan dari tampangnya yang berandal itu gue yakin dia ganti celana dalam cuma seminggu sekali.
            Waktu kejadian itu, gue cuma diam, nggak bakal ngelawan dan nggak mau ngelawan. Kalau gue cari masalah di sini, bisa-bisa gue bakal dilempar dari sekolah ini. Ingin sekali rasanya gue menghajar terus memutilasi titit mereka pake golok. Tapi, gue urungkan niat itu nanti mereka nggak bisa punya keturunan.
            Di samping itu, di Masa Orientasi inilah gue pertama kali bertemu dengan ‘Rahmat Hidayatullah’ teman yang ngerti gue dan sekaligus bakal jadi anggota band gue. Rahmat adalah orang yang paling rajin bertanya. Sehingga kalau dia bertanya, kita bisa jadi saling mengingatkan. Contoh salah satunya dia pernah nanya kayak gini sama teman sekelasnya, Dafif.
            Rahmat            : Dafif, go straight artinya apa?
            Dafif              : Lurus.
            Rahmat            : Dafif, lurus artinya apa?
            Dafif               : Go straight.
            Rahmat            : Dafif, go straight artinya apa?
            Dafif               : ‘.....’ (ngambil golok)
             Rahmat adalah orang pertama yang gue beritahu kalau gue pernah tinggal kelas dan mengulang di sekolah ini. Rahmat mendengarkan, melihat, meraba, menerawang dan kemudian paham dan tahu dengan perasaan gue. Gue beruntung dan merasa bersyukur bahwa ternyata orang baik masih belum musnah di muka bumi ini. Gue seneng makhluk telmi kayak dia hadir pas keadaan gue benar-benar hancur. Gue nggak butuh teman yang punya otak pintar tapi, suka menyombong, ngerendahin, dan menginjak gue dari belakang (termasuk dari depan, kiri, kanan, atas, maupun bawah). Gue cuma butuh teman yang ngerti rasa sakit gue dan juga ikut senang kalau gue lagi beruntung. Sebodoh apapun dia, yang penting dia bikin gue nyaman.
            Gue ngajak Rahmat untuk bikin band. Gue ulang lagi dari awal. Band lama gue bubarin aja. Soalnya, band gue yang di MAN 2 PADANG itu udah gue anggap gagal total untuk menjadi sebuah band. Kami mencari beberapa orang anggota untuk direkrut. Waktu itu, gue ngajak teman yang sekelas sama Rahmat ‘Dafif’ untuk gabung. Permainan gitarnya juga lumayan jago. Saking hebatnya, dia mainin lead gitar pake jempol kaki. Sayangnya, tawaran kami ditolak. Dia udah punya selingkuhan band. Kami bersabar, cukup dua orang anggota dulu.
            Di hari keempat MOS, gue ngajak Rahmat pergi main ke rumah gue. Kami belajar melodi gitar lagu Peterpan.
            Hari-hari yang gue jalani selama di kelas X bukan cuma fokus pada band. Gue mau buktiin pada biadab yang selalu nge-bully gue. Gue tunjukin siapa pecundang sebenarnya. Sedikit tambahan, orang-orang yang tahu tentang diri gue yang tinggal kelas ini umumnya rata-rata orang yang sudah kenal gue sejak SD. Parahnya lagi, mereka semua teman-teman adik gue. Waktu gue ngulang, adik gue juga kelas X.
            Masa kelas X juga merupakan masa yang sangat berat. di masa ini, gue mengalami perubahan sikap. Terkadang, gue nunjukin sedikit kekonyolan di dalam kelas seperti nari-nari telanjang, teriak-teriak scream ala band metal yang berakhir diopname di rumah sakit karena putus pita suara.
            Gue nunjukin kemampuan gue dalam belajar seperti, aktif menjawab pertanyaan yang diajukan guru, apalagi kalau ditanya 1+1, pasti langsung gue jawab ‘Sama dengan jendela Buk!’. Kalau gue udah jawab kayak gitu, gurunya pasti bakal langsung jalan ke meja sambil ngebawa golok yang disembunyiin dibelakang punggungnya. Ya, langsung nebang meja belajar gue sambil teriak ‘KELUAR KAU. SAYA TAK MAU NGELIAT SISWA TAMPAN KAYAK KAU BELAJAR DI PELAJARAN SAYA!’ Gue bingung. Nggak nyambung banget ya! emangnya apa hubungannya pelajaran 1+1 dengan wajah tampan gue. (Ngayel). wanita emang susah dimengerti.
 Terus kalau belajar bahasa inggris, gue pasti selalu semangat. Kalau disuruh maju ke depan, gue langsung angkat kaki dan jalan pake tangan. Jujur. Secara pribadi, dari SD sampai kuliah gue selalu semangat kalau belajar bahasa inggris. Selama satu semester itu gue merajinkan diri serajin mungkin untuk menjadi anak yang rajin. Pada akhirnya, usaha gue benar-benar membuahkan hasil. Gue dapat ranking 4 pada semester pertama dan semester kedua. Orang-orang yang nge-bully gue? Udah punah. Mereka sudah mencemenkan diri sendiri. Lalu pada bulan Oktober 2011, Usman Purba resmi menjadi anggota band kami. Di antara 3 orang anggota band, cuma gue yang berprestasi (belagu). Ya nggak masalah. Bagi gue, nilai rapor yang tinggi bukan jaminan untuk menjadi pribadi yang profesional.
            Tambahan, diantara tiga orang anggota band itu, gue adalah yang paling tampan (kalau dilihat dari atas tugu Monas).
KELAS XI :

            Di musim ini, selama satu semester penuh gue harus mengikuti kegiatan PLI (magang) di hotel. Dan di musim ini juga keinginan gue untuk pergi magang ke malaysia tidak tercapai dikarenakan tidak cukup umur. Gue bingung. Apa benar dikarenakan masih di bawah usia -18 atau mungkinkah karena wajah gue yang terlalu tampan yang menyebabkan KBRI malaysia jadi khawatir kalau gue bakal ditaksir sama cewek-cewek cantik di sana, tahu-tahunya setelah magang kelar cewek yang naksir berat sama gue nggak mau gue pulang ke Indonesia lalu ngajak gue bunuh diri sama-sama.. Oke! Cukup khayalan tingkat dewanya.
             Dikarenakan wajah gue yang terlalu tampan gue tidak cukup umur, gue dicampakkan ke salah satu hotel di Padang ‘Hotel Pangeran Beach’. Di hotel Pangeran Beach, gue diposisikan kepada sesuatu yang tidak gue mau yaitu, sebagai Roomboy (Orang yang kerjanya bawa gerobak dorong di koridor kamar tamu yang penuh dengan amenities supplies, guest supples dan chemical *yang orang hotel pasti tahu* + ngebersihin kamar. biasanya sekalian juga jualan sayur untuk tamu yang khususnya Ibu-ibu yang berprofesi sebagai Rumah Tangga).
            Jujur aja, gue maunya jadi Bellboy/Porter (yang kerjaannya bantuin ngebawa barang-barang tamu baik tamunya baru check in atau check out) soalnya, jadi Bellboy itu banyak dapat uang TIPs loh... satu hari bisa dapat satu juta sampai dua juta dari tamunya langsung (Kalau kalian nggak percaya ya gak apa apa. Gue sendiri juga nggak percaya). Mungkin dikarenakan gue makai kacamata+badan kurus kurang gizi kayak orang mau mati besok pagi, gue nggak diizinin jadi bellboy. Dengan muka kusut setengah migrain, gue terpaksa harus menjalani semua ini.
            Tapi, dugaan gue salah. Ternyata jadi Roomboy juga menyenangkan. Meski gue cuma jadi helper (yang ngebantuin Senior Roomboy kerja+dapat ilmu, kadang-kadang dapat duit) sambil teriak ‘SAYUUR, SAYUUUR’ terus, ngebersihin 18 sampai 36 kamar per-hari, orang-orangnya juga pada baik ama gue. Mereka berpendapat gue adalah siswa yang pintar dan bagus dalam bekerja. Nggak sia-sia gue ngebersihin kamar banyak-banyak sampai kaki dan punggung gue encok tingkat dewa.
            Karier gue dalam training menjadi seorang Roomboy ternyata tidak berjalan mulus sesuai rencana. Dua bulan setelah itu, gue dapat bencana. Gue dapat sial. Gue benar-benar terkena sial yang amat sial sehingga dalam satu hari itu terasa sungguh sial dan kesialan itu selalu hinggap di pikiran gue yang sudah terlahir menjadi orang sial. Pada hari minggu, gue turut ayah ke kota eh... maaf nggak nyambung (keyboardnya ngawur nih), gue bersama dua orang Roomboy dan satu orang siswa training ngebersihin 36 kamar di lantai 6 yang statusnya sudah check out semua. Gue ingat yang kerja di lantai itu ada gue, anak training dari salah satu SMK di Bukittinggi namanya Riki, Bang Refli Roomboy lantai 6, dan Bang Eka yang juga asli karyawan sana (dulunya dia bekerja sebagai Houseman, karena dia mempunyai kinerja yang bagus+tampan dan berani, dia dipromosikan atau dinaikkan pangkatnya menjadi roomboy meski wajah tampannya agak sedikit di bawah gue...). Waktu itu, di salah satu kamar yang gue bersihin di lantai 6, secara tak sengaja gue menemukan sebuah toples  plastik berwarna biru muda tapi nggak ada tutupnya. Gue ragu. ini toples mau diapain? Gue langsung panik sambil lari-lari keliling dari lantai 6 sampai lantai 1 dan balik lagi ke lantai 6 sampai kehabisan tenaga, akal dan pikiran. Lalu, gue coba tenangin diri. Ajukan pertanyaan. Gue nanya sama Roomboynya, bang Refli.
‘Bang, ini toples mau diapain Bang?’ Tutupnya nggak ada. Tanya gue...
            ‘Menurut lo, diapain bagusnya?’ Dia nanya balik
            Gue berpikir sejenak ‘Kalau gue isi air kencing terus gue kasih ke tamu sebelah gimana bang?’
            ‘Sompret lo ye... loh mau jadi tersangka pembunuhan pake air kencing lo itu? Lagian kalo air kencing lo manis kayak rasa stroberi juga gak apa-apa sih!’
            ‘ya  kita coba aja dulu bang..! jadi tersangka kan enak! Bisa masuk TV dan terkenal’.
            ‘Terkenal dari hongkong. Mendingan lo cari aja dulu tutup toplesnya’. Balasnya.
            ‘Siap bos! Oh ya, ngomong-ngomong bang, air kencing gue bukan rasa stroberi. Tapi, rasa markisa sirup marjan!’ gue membalas balik.
            ‘Ya terserah lo dah... sekalian aja lo jual air kencing lo di Indomaret’.
            Gue coba selidiki setiap sudut ruangan kamar tamu untuk mencari tutup toples, mulai dari dalam refrigerator, Safety Deposit Box, di bawah kolong kasur, dalam laci lemari+meja, Bath Tub, lubang toilet, dalam keran air,  sampai di balik lukisan yang terpampang di dinding. Tapi tetap saja tak ada hasilnya.
Hmm.. kasus ini terlalu rumit! Seru gue dalam hati. Entah kenapa naluri berkhayal untuk jadi detektif tiba-tiba muncul. Gue berkhayal seperti ini :
Gue menjadi seorang detektif ulang dengan dandanan jas panjang sampai ke lutut (baca : daster) celana panjang dan topi detektif, gue mencari satu per satu tersangka yang ada di seluruh lantai 6. Buku catatan kecil? Itu tidak diperlukan oleh detektif jenius kayak gue. Gue bisa mencatat lewat kepala aja. Yang gue butuhkan cuma kaca pembesar, bisa jadi ada orang yang nempelin barang bukti yang sangat kecil di pantat gue. Jadi gue tinggal buka celana, terus meriksa pantat gue beserta sidik jarinya. Gue mulai dari penghuni kamar hotel yang tipe kamar paling jadul sampai yang paling mewah. Gue mulai dari kamar bertipe Deluxe.
            Ting-Tong, Ting-Tong (Gue membunyikan bel)
            Tamu membuka pintu.
            Ada apa ya? tanya tamu.
            Saya Detektif Zacky Edogawa (sambil nunjukin kartu Identitas). Saya sedang menyelidiki sebuah kasus yang sangat serius. Anda adalah tersangka pertama yang ingin saya selidiki.
            Tersangka? Tersangka apa....? tanya si tamu dengan wajah tegang. wajanya seperti orang sedang nahan boker yang sebentar lagi bakalan muncrat. Dalam hati gue merasakan kemenangan sambil berkata “mati kau... dengan wajahmu yang tegang itu kau akan menangis sambil sujud bersimpuh di kaki gue dan mengaku bahwa kau adalah tersangka. Setelah gue berhasil membuat lo ngaku, polisi bakal menangkap lo. Lalu polisi bakal berjabat tangan sama gue, dikelilingi wartawan, difoto, masuk koran dan kemudian dapat penghargaan Detektif Choice Awards 2011. Sudah, sudah! Cukup!.
            ‘Tersangka maling tutup toples’ Gue melanjutkan, ‘Saya ingin mengajukan pertanyaan untuk anda. Apa anda lihat tutup Toples ini? (sambil nunjukin barang bukti)
            Ada beberapa jeda sesaat. Setelah itu....
            Tutup toples? Tanya tamu
            ‘Iya’
            ‘Tutup toples?
            ‘Iya. Apa anda melihatnya?
            ‘Tutup toples?
            ‘Iyaaa, koreng banci! Lo liat nggak?
            Tamu itu masih diam. Tatapannya kosong ke arah mata gue.
            ‘Tutup toples?’
            Gue diam.
Si tamu tiba-tiba melompat mencekik leher gue dan mengangkat gue dengan tinggi. Ya, Allah! Setan macam apa yang merasuki tubuh orang ini?. Tatapannya tajam, giginya yang kuning-kuning besar dan runcing siap-siap mau menelan dan mengunyah gue hidup-hidup. Sekilas terdengar bunyi ‘preeet’ di pantatnya. Langsung saja tercium bau tidak sedap masuk dan menusuk ke dalam hidung gue. Bokernya udah muncrat. Ya tuhan, lindungilah hidung hamba-Mu ini.
Lo datang ke kamar gue cuma nanyain tutup toples? Lo tau nggak gue barusan aja mau ngeluarin boker yang udah sekian lama nggak mau keluar dan lo datang ke sini cuma nanyain tutup toples? Sekarang boker gue udah muncrat. Semua ini gara-gara lo! Bentaknya dengan nada bicara yang keras sambil menggoncang tubuh gue.
A, ampun pak, ampun! Gue banjir keringat, kepala pusing, disertai mata berputar-putar mirip obat baygon bakar.
Dasar kucing garong!!!! Si tamu langsung menendang bokong gue. HAIIIIYYAAAHH...!!!
Gue terpental ke tembok.
Jangan mengganggu kehidupan gue lagi!!! Si tamu membanting pintu dengan keras sampai ganggang pintu dan nomor kamarnya terlepas. Gue berusaha berdiri dengan sekuat tenaga, jalan gue sempoyongan. Ternyata, jadi detektif bukanlah hal yang mudah. Terlalu banyak su’udzon sama orang terutama orang yang udah kebelet boker.
Dengan bokong gue yang udah merah memar tingkat dewa 19, gue berusaha berjalan sekuat tenaga meski sempoyongan. Petualangan masih berlanjut. Demi Neptunus ‘hanya untuk tutup toples-hanya untuk tutup toples! Teriak gue dalam hati
Dengan sisa tenaga baterai 12%, Gue berusaha mencari lagi ke kamar sebelah. Tapi, perlakuan mereka sama saja semuanya. Gue dibanting, dibanting, dan dibanting dan akhirnya, gue diopname di rumah sakit karena menderita ambeyen stadium empat.
             Gue nyerah, gue ngaku kalah. Gue mengakhiri karir detektif ini. kata gue dalam hati. mungkin gue lebih cocok jadi tukang semir sepatu detektif saja. khayalan gue udah nggak nyambung...! gue ngegelengin kepala untuk ngelupain hal itu.
            Karena terlalu lama mengkhayal, bang Refli ngagetin gue dari belakang. Gue terkejut.        
            Lo lama amat sih nyari tutup toplesnya. Nyarinya kemana? ke Gurun Sahara ya? tanya bang Refli.
            Maaf bang. Kayaknya gue nggak berhasil nemuin tutup toples itu. Gue udah nyarinya sampe ke langit ke tujuh. Tapi tetap aja nihil.
            Ya udah, daripada lo ngambil pusing, lo buang aja tuh toples ke garbage humper (tong sampah). Lagian siapa yang mau sama toples bekas itu? Kata bang Refli
Oh iya, kenapa nggak kepikiran. Gue cengengesan
            Halllaaah, kepala aja yang plontos! Katanya dengan setengah menghina
            Gue membuang toples itu ke tong sampah.
            Sudah 3 jam lebih kami bekerja. Waktu sudah menunjukkan pukul 11:50. Sisa kamar yang harus kami bersihkan tinggal 20 kamar. kami sudah kehabisan tenaga, haus, lapar, kayak orang nggak pernah makan selama 3 hari. Kami pergi merangkak bersama ke lantai 1 dengan memakai lift khusus karyawan untuk mengisi perut ini dengan tenaga.
            Gue makan selama 15 menit, terus lanjut shalat zuhur berjamaah di mushalla kecil yang ada di dalam hotel. 3 orang lainnya? Lagi boker mencret di toilet karena kebanyakan makan yang pedes-pedes.
            15 menit kemudian setelah shalat, gue dipanggil sama bang Eka.
            ‘Zaky, ke lantai 5 sebentar, ikut saya!’ Kata bang Eka
            Gue nurutin.
            Pas udah nyampe di lantai 5. Berkumpullah para-para pelaku Departemen Housekeeping (Assesment, Supervisor, Order Taker, Tukang Semir Sepatu Detektif, Roomboy, dan Houseman).
            Di depan gue, duduklah beberapa ekor atasan, ada Pak Nofri sama Pak Ujang. Gue grogi... saking groginya pipis di celana gue udah meluncur duluan dibandingin keringat ini.
            ‘A, Ada apa ya, pak?’ Tanya gue gugup
            ‘Kamu tadi ketemu toples warna biru di kamar 640 nggak?’ tanya Pak Ujang.
            ‘I.... i, iya Pak! emang kenapa Pak? tanya gue.’ Dipikiran gue, beliau pasti nanya ‘Toplesnya kamu buang ya? atau toplesnya dimana?’
            Ternyata dugaan gue benar. Beliau nanyain soal toples itu. Gue berusaha jujur dengan mengatakan ‘toplesnya udah saya buang pak’.
            Seluruh ruangan jadi rame.
            Gue panik. ‘gawat! Ini beneran gawat.’ Gue bakal dipindahin dari hotel ini. kata gue mulai makin panik dalam hati.
            ‘Wadduuuuh, gimana tuh?’ seru karyawan-karyawan di sana.
            ‘Ya mau gimana lagi? udah terjadi’ gue membalas.
            ‘Saya nggak nyangka. Ternyata kamu jahat juga ya!’ kata Pak Nofri.
            ‘Ya, mau nggak mau kalau bisa ya harus diganti.’ Kata salah seorang karyawan.
            ‘Terus, kalau tamunya gak mau diganti, tamunya mau toples yang itu gimana?’ Tanya karyawan lainnya.
            ‘Wah, jangan didoain dong!’ kata bang Eka. Seluruh ruangan jadi makin rame.
            Gue mencoba untuk bersikap cool walau batin ini mulai nggak karuan. Beberapa saat kemudian datang lagi satu orang atasan. Namanya Pak John.
            ‘Jadi gimana?’ mana toplesnya? Tanya beliau
            Orang-orang dengan lantang menjawab ‘udah dibuang sama Zaky!’
            Kebetulan, tamu yang nanyain soal toples itu adalah salah seorang kopral militer TNI beserta beberapa anak buahnya. Bang Refli, selaku karyawan yang bertugas di lantai 6 berhadapan dengan tamu-tamu itu. Nggak cuma itu aja, di sana juga ada beberapa orang petinggi di sana seperti FO Manager, HRD Manager, dan General Manager. Bang Refli, dengan entengnya menjawab ‘ya udah dibuanglah!’. Kalau sempat ketahuan bang Refli bicara kayak gitu di depan ownernya, pasti dia udah dipecat sampai tujuh turunan.
            Teman-teman senior, teman-teman magang, beserta atasan mencoba untuk nenangin gue. ‘udah, jangan dipikirin. Yang berlalu biarlah berlalu!’. Tapi, bagi gue kejadian seperti itu bukanlah gampang untuk dilupain. Memang, secara spesifik tuh toples emang nggak ada tutupnya. Ditambah lagi, kalau orang lain liat toples yang nggak ada tutupnya udah dianggap sampah. Tapi bagi si tamu, itu juga bisa merupakan benda berharga baginya. Mungkin inilah yang dinamakan dengan tantangan kerja.
            Tepat pada tanggal 30 September 2011 (sehari sebelum ulang tahun gue). Gue menjadikan hari terakhir gue bekerja sebagai Roomboy. Gue minta izin sama Pak Ujang kalau tanggal 1 Oktober gue mau pindah Departemen (di hotel ada tujuh departemen. Bagi anak SMK jurusan Perhotelan atau Mahasiswa yang kuliah di Perhotelan pasti tahu). Dengan do’a restu beliau, permintaan gue dikabulkan.
            Awalnya gue berpikir mau bekerja di laundry (masih di departemen yang sama) tapi, gue udah sinis duluan. Pihak HRD training manager nggak bakalan ngabulin permintaan gue. Dan ternyata, dugaan gue benar lagi. permintaan gue nggak dikabulin. Atau mungkin karena gue bilang ‘terserah aja, Buk’, Gue malah ditempati di F&B Service (Restoran) sebagai waiter.
            Gue bekerja di departemen ini sampai beres magang (1 Desember 2011). Di departemen ini gue nggak bisa mendapatkan kenyamanan dalam bekerja. Banyak sekali senior yang minta tolong. ‘Zaky, ambilin ini. Zaky itu’. Bukannya gue nggak mau nolongin sih. Tapi yang minta tolong ama gue itu terlalu banyak. Senior yang satu minta tolong ambilin ini. Belum beres nolongin Senior satu eh, Senior dua udah minta tolong. Ribet, kan! Pekerjaan gue makin nggak jelas. Tapi untungnya ada Head Waiter. Jadi Head Waiter itulah yang membimbing dan membina gue ke jalan yang benar. Terima kasih Head Waiter. Tanpa bimbinganmu gue bakal tersesat di Restoran ini.
            Selama gue kerja di F&B Service. Gue juga sering digodain ama senior-senior cewek. Mulai dari yang jomblo, yang udah mau tunangan sama pacarnya, dan sampai yang udah punya suami. Bayangin, yang ngegodain gue sampe ada yang udah punya laki. Terus, mereka rata-rata cantik semua loh! (maklum, resiko jadi orang ganteng. Jangan iri). Terus, ada satu cewek senior yang bikin gue naksir. Sebut aja namanya Kak Imel. Kak Imel sering manggil-manggil gue dengan sebutan ‘Sayang’ sambil mengedipkan sebelah matanya. Gue jadi tersipu malu sambil jilat-jilat tembok restoran. Kak Imel punya rupa wajah yang cantik, ada lesung pipi yang nggak terlalu dalam dan imut. Sayangnya, dia udah punya cowok. Meski begitu, dia sering aja ngegoda gue. Iman gue aja sampai hampir runtuh 5 kali. Dan seingat gue, Kak Imel pernah megang pinggang gue dari belakang sampe 3 kali. Nggak kebayang ama gue gimana jadinya kalau dia meluk gue di depan cowoknya. Pasti bakal ada tindakan yang tidak keprikaryawanan yang akan terjadi. Mungkin dia ngarep gue bakal ngejar dia selama janur kuning masih belum melengkung. Tapi, sebagai pria terhormat yang masih mencari jati diri, gue tetap jual mahal daripada gue harus ngambil calon bini orang. Bisa-bisa, kalau dia punya dua suami pasti suami-suaminya ngambil anak mereka rebutan. Jadi susah ngebedain mana yang bapak kandungnya.
            Ketika magang berakhir, gue ketemu lagi sama Kak Imel. Gue ketemu ama dia waktu di sekolah lagi nerima rapor. Dia make baju kaos hitam ama celana jeans. Dia masih terlihat manis dan cantik+imutnya yang masih belum hilang. Dia begitu elegan dengan penampilannya. Gaya bicaranya masih belum berubah. Dia masih manggil gue dengan sebutan yang sama di depan adik-adik dan kakak-kakak kelas. Muka gue merah lagi (untungnya nggak pake acara jilat-jilat tembok sekolah). Apesnya, setelah gue kelar magang ranking gue malah turun jadi 5.

KELAS XII

Semester I :
            Setelah gue berhasil balas dendam dengan kembali gelar ranking 4 di semester 2 kelas XI dan nggak pernah sekalipun menyentuh studio band, inilah saatnya babak penentuan. Babak ini adalah babak yang super nervous. Karena, bukan waktu yang menunggu para siswa. Tapi, para siswalah yang menunggu waktu. Selama dua tahun gue menghabiskan waktu di sekolah ini, gue tetap berada di posisi yang itu ke itu juga. Di dalam diri ini muncul rasa motivasi untuk melangkah lebih jauh lagi. Pada pertengahan Oktober 2012, gue meningkatkan cara belajar gue untuk meraih gelar juara... hehe! Gue yang dulu sering belajar cuma pas waktu ada PR aja, sekarang gue belajar tiap malam. Dan kemudian, nge-bahas soal-soal Ujian Nasional tahun-tahun lalu. Ketika pulang sekolah, gue niatin diri ini untuk belajar sungguh-sungguh. Ada PR untuk hari ini. Malam ini kita akan bertempur. Mulai hari ini! aku pasti bisa! Harus dapat nomor satu!’ Semangat hati gue berapi-api.
            Malam hari pun tiba, gue ingat lagi akan PR yang dikasih guru sebelum pulang. Tadinya gue udah bertekad untuk belajar tiap malam. Tapi, entah dari mana datangnya setan ini, gue malah jadi memandang sebuah benda yang terletak di atas meja kamar. Benda itu berwarna hitam, terdapat layar kaca monitor disertai keyboard di bawah laci meja itu. Lalu, di pojok kanan ada CPU. Gue duduk dan nyalain CPU itu. Gue menunggu dan menunggu sampai warna layar itu keluar. Setelah beberapa saat, gue mengarahkan mouse yang ada di monitor ke icon ‘Google Chrome’ dan memulai buka facebook. Prnya? Ah, besok ajalah lihat punya teman!’ kata gue dalam hati. Hehehehehe.......! (jangan ditiru, perbuatan ini sangat tidak Siswaiawi)
            Pas satu hari menjelang ujian MID semester, gue mulai menyeriuskan diri untuk belajar. Setiap subuh, gue membaca buku pelajaran yang udah ditulis di sekolah. Kayaknya, otak gue emang cepat nangkapnya kalau ngehafal pas subuh. Otak ini terasa di refresh ulang setelah lelah beraktifitas seharian penuh kemarin. Hal itu gue lakukan selama empat hari penuh dengan harapan mendapatkan nilai yang tinggi dan tak ada satu pun pelajaran yang ada angka merahnya
            2 minggu kemudian, rapor MID Semester mulai dibagikan. Jumlah siswa yang ada di lokal gue itu kalau nggak salah ada 28 ekor. Dari 28 ekor siswa itu, cuma 4 orang yang orang tuanya tidak dipanggil. Dengan kata lain, merahnya tidak melebihi 3. Gue deg-degan. Ini adalah saat-saat penentuan. ‘Berhasilkah? Berhasilkah? Berhasilkah saya??’
             Pengumuman dibacakan oleh wali kelas gue. Buk Sufri Yeni. Dan hasilnya yaitu sebagai berikut :  
   1. Asrofil Anas Safli
   2. Ronal Tri Dayana
   3. Azi Humairah
   4. Zaky Al-Ikhsan Budiman à WHHHHHAAAAAATTT
   5. Tri Suryani
   6. No name....
   7. No name...                                                                                                                 
            Masih aja. Itu keneh, itu keneh. Udah belajar masih itu wae, itu wae. Matematika sama PKn gue merah. Matematika lagi matematika lagi. Huffttt. Tapi apalah daya. Gue sadari usaha gue masih kurang maksimal. Gue make energinya masih setengah-setengah. Sungguh. Sifat pemalas ini emang susah untuk dirubah.

            Tambahan : Di awal november 2013, kami mengikuti Try Out UN.

Semester 2
            Oke, yang berlalu biarlah berlalu. Setelah rapor semester 1 hasilnya tetap sama saja, sekarang, waktunya untuk serius. Awal bulan Januari, para siswa diperlihatkan pada hasil Try Out Ujian Nasional yang dipampang di mading sekolah. Hasil? Tentu aja parah. Nilai gue hancur. Cuma Bahasa Inggris yang paling tinggi diantara 3 mata pelajaran yang akan di-UN kan, 7,50. Memuaskan. Cukup memuaskan. Malahan jika diperhatikan dengan seksama, gue mendapat ranking 2 untuk Ujian Nasional Bahasa Inggris di seluruh Siswa SMK N 6 PADANG (menurut gue, sih).
            Ujian demi ujian diberikan kepada para siswa kelas XII oleh para guru yang tujuannya cuma untuk satu kata ‘LULUS’. Satu kata yang selalu menghantui seluruh pelajar indonesia baik dari SD sampai Mahasiswa. Lulus menurut gue sendiri adalah seseorang yang ingin sukses dalam sesuatu yang dijalaninya termasuk dalam menuntut ilmu.
            Selain itu, ujian untuk siswa SMK bukan Ujian TO saja. Ujian yang ini berkaitan dengan semua pelajaran tentang kejuruan dan diuji oleh Assesor yang diundang pihak sekolah dari luar. Namanya ujian kompetensi. Cobaan ujian kompetensi adanya cuma untuk SMK. Tujuannya yaitu, agar para siswa bisa ikut Ujian Nasional dan mendapatkan sertifikat bahwa mereka telah kompeten. Kami mengikuti ujian kompetensi pada awal bulan Februari. Bidang yang diuji pada ujian yaitu ada di dua departemen :
a)      Front Office Department :
-Receptionist
-Reservation
b)      Housekeeping Department :
-Make Up Room
-Laundry
            Mampus gue. Hahahahaha. Huuuuuuuuu. Yang paling gue cemasin adalah Make Up Room. Meski gue tau SOP-nya (Standar Operasional Prosedur) gue kerjanya tetap aja lelet. Waktu normal yang dibutuhkan untuk membersihkan satu kamar adalah 25-35 menit. Jangankan ngebersihin satu kamar. Nyapu aja udah ngos-ngosan. Setiap kali gue dites sama guru, batas waktu gue pasti terus lewat dari +35 menit bahkan sampai 1 jam. Gue pesimis. Mampus gue. Kalau gue nggak bisa ngatasin ini, gue nggak bisa ikut UN. Gue bakal ngulang satu tahun lagi. Gue ngebayangin diri duduk di kelas. Semua siswa masih muda dengan umur sekitar 16-17 tahun. Sedangkan gue, sudah jadi kakek eksis yang kehabisan waktu. No! Oh, My F**k*ng God! Gue langsung anemia. Seperti inilah nasib manusia kurang gizi.
            Waktu demi waktu berlalu. Ujian Kompetensi akhirnya akan dimulai. Semua persyaratan sudah dipersiapkan. Udah ikut bimbingan sampai larut malam sampai mencentang-centang dokumen setinggi gunung sampai rambut kepala beruban. Jadwal ujian gue yaitu sebagai berikut :
            Selasa : Receptionist, Reservation.
            Rabu    : Make Up Room, Laundry.
            ‘Bagus. Bagus. Ditambah lagi Assessor yang bakalan nguji gue keduanya dari Bandung. Oh My God. Tamat Riwayat Saya. Hahaha!’ Gue banjir keringat.
            Hari selasa tiba. Gue menyiapkan perfomance serapi mungkin agar kelihatan benar-benar hotelier. Jas hitam, celana hitam, dasi hitam, baju kemeja dan sepatu pantofel gue sudah harum dan mengkilau mirip cincin batu akik. Kaos oblong kuning usang dan sempak yang udah nggak diganti selama beberapa bulan terakhir, sekarang udah kelihatan seperti baru dan harum kayak di Basko Grandmall. Untungnya, karena gue terkenal sebagai siswa yang paling jago Bahasa Inggris dari para siswa Akomodasi Perhotelan lainnya (hidung ngambang 2 meter) ujian gue berjalan dengan lancar. Alhamdulillah gue dapat nilai 95 untuk Front Office Department.            
            Setelah udah dapat nilai tinggi, loncat-loncat kayak monyet di ragunan, pulang, mandi, makan, ngupil, tidur, sampe-sampe udah nggak terasa hari rabu datang begitu saja. Jantung ini sudah berdetak kencang. Tapi, detakan jantung ini beda dengan yang sebelumnya. Kalau dulunya jantung gue berdetak kencang ketika ngelihat cewek cantik dan jatuh cinta pada pandangan pertama, sekarang  jantung gue berdetak kencang karena adanya ancaman kegagalan kedua.           
             Seperti biasa, gue meng-upgrade performance sebelum berangkat kerja. Kostum yang gue pake ini adalah kostum khusus yang digunakan untuk Roomboy. Kostumnya kelihatan seperti babu pembantu. Gue menunggu antrian yang begitu lama sampai-sampai gue ngiler ketiduran. Dan  akhirnya, nama gue dipanggil. Assessor yang menguji gue namanya ‘Ummi Kalsum’. Inilah saatnya. Ya Tuhan. Lancarkanlah urusanku.
            Gue dikasih batas waktu selama 25-35 menit. Gue membersihkan kamar sesuai apa yang gue pelajari. Beberapa step sudah sesuai. Sialnya, pas waktu gue lagi making bed yang make 3 sheet (sprei), Sheet ketiganya malah ngatung. Makin dikunci malah makin ngatung. Gue panik. Dasar sheet setan! Kalau mau dibongkar semua percuma aja. Karena nggak mau buang-buang waktu, akhirnya gue putuskan untuk cari sheet yang lebih lebar yang barusan gue taruh dekat pintu kamar. Nah inikan baru mantap. Making bed gue yang harusnya 3,5 menit malah jadi 7 menit.
            Waktu demi waktu terus berjalan. Udah lewat 35 menit. Sudah kuduga bakalan kayak gini. Gue merhatiin si Ibuk ‘Ummi Kalsum’ yang lagi ngobrol sama siswa di kamar sebelah. Kemudian, gue dipanggil.
            ‘Kamu lama amat ya kerjanya. Udah lebih dari 35 menit. Itu aja baru udah keringatan’. Kata Ummi Kalsum sambil cengengesan.
             ‘Ya buk saya orangnya emang mudah keringatan. Mungkin karena kamar di rumah saya suhunya juga panas buk! Kayak di Gurun Sahara’. Balas gue.
             ‘Kalau begitu kapan-kapan ajak saya ke rumah kamu ya!’. Balas beliau
            ‘Ya buk, mangga-mangga!’. Jawab gue dengan sedikit logat sunda.
            Gue berdua sama salah seorang siswa ‘Nabila’ diinterogasi dengan beberapa pertanyaan dari Ummi Kalsum. Kami seperti dua orang tersangka yang baru melakukan pembantaian berantai. Kami diberi pertanyaan mulai dari laundry sampai prosedur perbedaan status kamar antar dua departemen. Apapun yang ditanyakan, gue pasti selalu jawab sesuai kemampuan. Walau itu cuma asal kena aja. Hehe...
            Pas beres, batin ini masih belum tenang. Gue cemas kalau gue nggak bakalan lulus. Gara-gara sheet 3 yang ngatung tadi, gue jadi nggak bisa ngejar waktu. Gue ngebentak-bentak sheet tadi ‘Ini semua gara-gara kau. Kau terus-terusan aja ada di sini. Kalau kau nggak ada di sini, semuanya nggak bakal jadi kayak gini, tau nggak lo! Tiba-tiba salah seorang siswa datang ke arah gue sambil ngeliat ngomel-ngomel sama benda mati yang tak bersalah ini. Gue pelototin matanya ‘APA LO LIAT-LIAT!’. Mungkin dia pikir gue demam tinggi. Siswa itu pun langsung lari terbirit-birit dan terbang menaiki elang. Mungkin dia mau melawan naga.
            Ujian kompetensi sudah berakhir. Dengan nilai Housekeeping Department 90 yang sudah berada ditangan, sekarang tinggal satu ujian lagi yang paling ditunggu para siswa sebangsa tanah dan sebangsa air ‘Ujian Hidup Nasional’. Gue bersyukur sudah lulus dan nggak perlu menjadi kakek narsis yang kehabisan waktu.
            Setelah ujian kompetensi, entah kenapa otak gue terasa error. Bukan cuma gue, seluruh siswa juga merasakan hal yang sama. Mungkin karena tingkat stres yang terlalu tinggi karena mengikuti ujian kompetensi yang super ketat dan akurat. Bahkan, pasca lulus ujian kompetensi saja kami semua melakukan sujud syukur sampai-sampai ada yang rela menyerahkan sesajian dan puasa Senin-Kamis, padahal rata-rata nilainya cuma 65. Baru hari pertama belajar, udah langsung aja ke matematika. Sungguh, kalau dipikir-dipikir bukan otak yang lagi error, tapi beban hidup ini yang udah makin meningkat drastis duluan menjelang Ujian Kompetensi. Kami nggak sempat bermeditasi selama satu minggu.
            Pasca ujian kompetensi, seluruh siswa kelas XII difokuskan kepada mata pelajaran yang di UN kan saja ‘Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan kompetensi keahlian’. Dengan sisa waktu 2 bulan, gue belajar mati-matian.  Gue merajinkan diri untuk membaca seluruh buku pelajaran semalam suntuk sampai mata ini merah kehijau-hijauan (karena bola mata ini dicubit setan).        
            Dua bulan penuh kami mempersiapkan diri. Tidak terasa Ujian Nasional sudah datang. Oh UN, kenapa kau datang begitu cepat. UN tahun 2013 adalah UN yang super ketat. Untuk satu mata pelajaran terdiri dari 30 paket. Beberapa diantaranya adalah paket delivery, paket diskon, paket murah, sampai paket hemat. Selama 2 bulan ini gue udah belajar keras sampe-sampe baru ganti celana dalam pas mau UN. Sekarang waktunya untuk berperang. Siapkan semua persenjataan. Penggaris ABO, papan ujian, penghapus pensil, dan pensil swallow 2B. Selain persenjataan, perfomance juga harus disiapin. Rambut gue yang kemaren-kemaren panjang sampai lutut sekarang udah dipangkas abis pake gunting rumput, sepatu yang udah sobek-sobek dan bau tanah udah diganti kayak sepatu harum di mall, kuku-kuku yang udah panjang sampai 2 meter udah dipotong pake gergaji, baju dan celana semuanya udah bersih, rapi dan wangi setelah pake molto ultraviolet.
            Ada yang berbeda UN yang kali ini dari UN sebelumnya. UN kali ini lembaran jawaban dan lembaran soal disatukan. Lembar jawaban berada di bagian paling belakang dan dibatasi dengan sobekan kertasnya. Dari sinilah kehati-hatian para siswa diuji. Bukan cuma pas ngelingkar jawaban tapi, juga bagaimana memisahkan lembar soal dan lembar jawaban dengan benar tanpa ada bekas sobekan. Salah-salah sobek, lembar jawaban beserta soalnya diganti semua. Sungguh, pemerintah makin lama makin tidak berperasaan. Beban hidup para siswa beratnya makin lama makin tak terhingga.
            Gue grogi setiap mau nyobek kertas. Gue berpikir gimana cara mudahnya agar kedua lembaran ini terpisah dengan sempurna. ‘Oh, iya! Penggaris besi’. Gue minjem penggaris besi punya teman sebelah gue ‘Dafif’. Lalu, gue merobek kedua lembaran tersebut dengan ekstra hati-hati.
            ‘KREK’   
            ‘Zaky, hati-hati, jangan kasar gitu ngerobeknya ‘kata teman sebelah gue’
            ‘Iya, iya...
            ‘KREEEK’
            ‘Zaky, hati-hati dong....! teman sebelah gue udah mulai panik.
            ‘Iya, rewel banget, sih!
            ‘KREEEEK’
            ‘ZAAAAAKKKYYYYY’ seluruh siswa dan pengawas panik.
            ‘KREEEEK, KREEEEK, KREEEEK, KREEEEK’
            ‘TIIIIIIIIDAAAAAAAAAAAAAKKKK!’ (disertai bunyi kaca pecah)
        ‘APAAN SIH, KALIAN? LEBAY BANGET. Nih, kertasnya udah kepisah rapi. Bukannya nenangin, malah bikin panik’. Gue ngelap keringat.
            Kami menyobek kertas tersebut dengan cara yang sama sampe kiamat.
            UN hari pertama kami Bahasa Indonesia, hari kedua Matematika, hari ketiga Bahasa Inggris dan hari keempat Kompetensi Keahlian.
            Setelah UN kami sempat meliburkan diri selama seminggu menjelang perpisahan. Di acara perpisahan, band gue bakalan tampil di atas panggung. Band gue adalah band generasi pertama yang tampil dipanggung SMK NEGERI 6 PADANG. Dengan adanya acara perpisahan, beban hidup para siswa bisa dikurangi guna menghindari para siswa dari sakit jiwa. Perpisahan sekolah diadakan di lapangan GOR H. AGUS SALIM salah satu gedung kereta api (gue lupa nama gedungnya). Setelah acara perpisahan, kami tinggal menunggu hasil Ujian Nasional sampai akhir Mei.
Setelah dipasung bermeditasi selama satu bulan lebih di dalam rumah, akhirnya datanglah pengumuman hasil UN yang bisa diakses lewat website sekolah. Meski kami dinyatakan lulus 100%, data yang ada di internet masih belum dilampirkan secara keseluruhan. Nilai rata-rata gue kalau nggak salah 7,7. SKHU dan Ijazah bisa diambil di awal bulan juli. Waktu yang sangat lama. Waktu pengambilan SKHU dan jenazah ijazah berbentrokan pas waktu gue mau mendaftar ke perguruan tinggi. Alhamdulillah kebetulan gue lulus jalur SNMPTN di Universitas Negeri Padang. jadi, gue nggak perlu ngeluarin duit tes lagi. tinggal ngedaftar ulang terus bayar tinggal bayar uang semester. Dan khusus di kelas gue ‘XII,2’ yang lolos jalur SNMPTN yaitu sebagai berikut :
1.      Asrofil Anas Safli
2.      Ahmad Fitra
3.      Ronal Tri Dayana
4.      Zaky Al-Ikhsan Budiman
Bersamaan dengan pengambilan SKHU dan ijazah sekolah, gue juga harus ngeliat hasil rapor semester terakhir. Gue mendengar ada sedikit perubahan ranking (khusus kelas gue aja) Asrofil Anas Safli turun jadi ranking 2, Ronal Tri Dayana naik jadi ranking satu, Ranking 3???? Siapakah. Gue ngeliat hasil rapor yang diberikan wali kelas. gue ngeliat rata-rata nilai rapor gue ’89,07’. Benar-benar meningkat drastis. Keren. Lalu, ranking berapakah saya? Gue berharap dapat ranking 3. Gue membuka lembaran yang paling akhir.
RANKING EMPAT.

HAAAAAHH. ITU KENEEEH, ITU KENEEEEH.  

0 comments:

Posting Komentar