Selasa, 26 Januari 2016

The Kampret Laundry


Pagi-pagi hari senin, gue buru-buru ke rumah adisha, teman satu kampus buat minta tolong buat bawa laundry-an ke kampus. Pas gue nyampe di pagar rumahnya, gue manggil dia.

"Adi"

hening. Tak ada jawaban

"Adi"

 "Ica, teman kamu manggil tuh!" teriak orang dari dalam rumah.

Ica? Gue ketawa sambil garuk-garuk kepala.

Gue jadi kebayang pas waktu lagi di kampus. Gue ada di ruang hima manggil dia berulang kali. Tapi, dia nggak nyahut-nyahut. Entah budek atau telinganya lagi penuh ingus tiba-tiba Senior gue, bang Prima manggilin dia.
"Ica"

"Apa, bang?"

Gue terbelalak. Kok dia nyahut ya?

"Zaky manggil kamu". kemudian bang Prima melanjutkan, "Tuh zaky. kalau kamu panggil Adi, dia nggak nyahut. Tapi kalau Ica, dia bakal cepat respon karena orang rumahnya manggil dia kayak gitu.

Jauh banget melencengnya. Dari Adi sampai ke Ica. Gue berpikir jangan-jangan dia dulu sering mangkal di lampu merah perempatan Taman Melati tiap jam 10 malam!? Ah, itu tak mungkin. Dia lebih cocok jadi lampu jalan ketimbang jadi banci di lampu merah. 

Adi membuka pintu dan keluar dengan rambut yang acak-acakan. Gue merasakan bau aroma yang tak sedap dari tubuhnya. Kayak bau ikan asin.

"Adi, gue mau minta tolong, boleh nggak?" gue menutup hidung

"Ngapain?"

"Gue mau nganterin linen yang dilaundry ke kampus, bisa nggak? Ada dua kantong. Gede-gede soalnya".

"Bisa, Ayo, langsung berangkat aja".

"Lo nggak mandi dulu? lo kan belum mandi" gue menghindar dari tubuhnya yang dikerubungi lalat.

"Udahlah, nggak apa-apa. Gue tadi sudah beres cuci muka".

"Ya, okelah kalau begitu". kata gue terpaksa. Sambil berharap motor gue gak ikutan pingsan dengan bau bangkai mayat hidup ini.

Pas berada dalam perjalanan ke laundry, Adi curhat sama gue.
"Ky, gue sudah trauma kuliah sama buk Silfeni"

"Trauma kenapa?"

"Soalnya, liburan kuliah gue tersita gara-gara acara table manner ini".

"Itu aja trauma. Si Putra yang udah 1,5 tahun nggak balik-balik ke Majene nggak pernah sepatah katapun bilang trauma". Kata gue dalam hati.

Teman gue yang satu ini reaksinya selalu berlebihan. Di antara 110 orang mahasiswa perhotelan, cuma satu makhluk ini yang mengalami tekanan mental. Padahal tuh acara table manner dibikin buat melengkapi materi kuliah yang tertinggal dan nambah nilai. Apanya yang harus ditrauma-in, coba. Kecuali tuh dosen kalau suruh lo minum kuah soto, tapi pakai garpu. Itu wajar lo trauma. 

"Tapi, pas semester 6 besok MK Food Fusion sama beliau loh. sama Pak Heru juga kalau nggak salah." lanjut gue.

"Ya, gue tahu". Kata dia sekenanya. Gue yakin dia pasti juga nggak tahu tuh artinya Food Fusion.

Setelah menjemput linen-linen dari laundry, kami sampai di depan teras fakultas. Adi memarkirkan motor gue di parkiran. Pas gue lagi nganter dua plastik besar linen ke jurusan boga, gue ketemu sama teknisi boga yang biasa dipanggil buk gadis. Buk gadis adalah seorang teknisi yang sudah menikah dan cukup tua, tapi dia tetap masih gadis. Segitu terjaganya keperawanan dia ya.

Gue sama Buk Gadis pergi ke ruang praktek boga buat mengecek linen untuk memastikan semua jumlahnya sudah pas. Ketika lagi kerja, buk Gadis tanya

"Kamu ngelaundry-nya dimana?"

"Use Laundry, dekat SMA Pertiwi 1"

"Kok kamu ngelaundrynya jauh-jauh, sih? Padahal ada kak Ade loh. Kenapa nggak sama dia aja?"

"Oh, iiiye. Maaf buk. Saya lupa. Nggak ada yang ngingatin soalnya".

"Iya. Padahal kemarin kamu kan ngelaundry table cloth sama kak Ade".

"Iya, ya! Kok saya bisa lupa ya. Padahal pas mau nganterin nih laundry, ada Asrofil juga. Asrofil-nya juga nggak ngingatin saya, buk".

"Padahal kalau ditinggal sama kak Ade kan enak. Kamu nggak perlu repot-repot nyita libur kuliah!"

"Iya buk. Benar juga".

Buk Gadis mengecek laundryan. "Liat nih. Orang ngelaundrynya aja nggak beres. lipatannya asal-asalan lagi".
  
"Wah, kampret tuh laundry". Padahal pas ngelaundry napkin di sana juga nggak apa-apa. Kata gue dalam hati.

"Lho, kok masih ada yang lembab? Buk gadis komplen.

Gue membuka semua laundryan yang sudah dicuci. Gue pisah semua cuciannya untuk yang punya boga sama perhotelan. gue pastikan semua linennya. Dan rata-rata lembab semua. Terutama yang punya boga.

Satu napkin berwarna putih punya Pak Yono yang ada lambang burung kutilang garuda juga ada yang lembab. Gue kesal. Gue masih ingat kata salah seorang teman gue, "kalau mau ngelaundry, laundrynya dekat SMA Pertiwi 1 itu aja. bagus dan bersih". BERSIH NENEK MOYANG LU!! Teriak gue dalam hati. Gue ketipu kali ini.

Setelah beres memilah laundryan, gue pergi ke ruang prodi untuk ketemu kak Siti, salah seorang teknisi perhotelan. Pertama, dia mengecek dan menghitung semua kain skirting. Nggak ada masalah. Dan jumlahnya juga pas. lalu, ketika dia mengecek dan menghitung semua napkin yang berwarna putih, saat itulah hal yang tak diinginkan terjadi lagi.

"Lho, kok ini napkinnya kotor? Ini beneran sudah dilaundry?" Kak Siti Komplen

"Sudah kak".

"Kamu ngelaundrynya dimana?"

"Use Laundry, kak. dekat SMA Pertiwi 1".

"Tapi kok masih kotor gini". Dia membuka satu per satu napkin. "Nih liat, masih ada bekas-bekas hitamnya". Duuh, gimana sih? Komplennya makin menjadi-jadi.

DASAR LAUNDRY KAMPRET. TERKUTUK KAU!! Gue kesal.

"Gak beres nih orang ngelaundrynya. Padahal ini masih baru semua loh. Tapi masih aja kotor kayak gini. Harus kakak bilangin ke Pak Yono, nih.

Pas dia bilang kayak begitu. Gue mulai berniat mau membawa semua napkin putihnya ke rumah, terus gue warnai semua noda pakai spidol atau pensil berwarna putih. Tapi gue urungkan niat itu. Gue cuma bisa berdoa :
Ya Allah. Seandainya ada doraemon di dunia nyata, gue ingin pergi ke masa lalu dan pergi ke tempat Kak Ade untuk mencuci napkin ini lagi. Sekalian juga gue bakar tuh the kampret laundry agar tak mengotori seluruh pakaian yang ada di dunia ini.

PESAN TERSIRAT 1: 

Tidak semua yang dikatakan baik oleh orang itu baik buat kita. Lakukan perbandingan dan bergeraklah menurut nalurimu. Ini juga berlaku untuk laundry kiloan. Jika cucian yang kalian laundry di sana malah memperburuk pakaian kalian, pergi lagi ke sana dan bilang ke penjaga laundrynya "Mas, kayaknya semua karyawannya harus dilaundry dulu, deh". Ini diperlukan supaya tidak terjadi kesalahan yang sama.

Selama 10 menit gue berdiri diam mematung dan mendengar celotehan dia. Sampai-sampai Pak Yono, dosen pembimbing akademik gue lewat di depan pintu prodi.


"Pak yono, ke sini deh sebentar". Kata kak siti. "Liat nih, pak. Nih, si zaky ngelaundry napkin bapak, tapi kotor semua".


"Lho? kok gitu? Tanya dia dengan suara yang agak keibuan.

"Coba liat, nih Pak. Masih ada nodanya. Nih, coklat-coklat. Kayak habis dipakai untuk ngelap e'ek sama orang laundryannya!"

"Iiiih. Kok bisa sih?" Pak Yono menghentakkan kedua kakinya. Emang, Dia agak KW gitu. "Kamu ngelaundrynya dimana?" Tanya dia

"Di use laundry, pak!"

"Nggak mau bapak yang kayak gini. Bapak gak terima, do!" Bahasa indonesia minang (Indomi)nya keluar.

"Ya, pak. Saya tahu. Nanti dilaundry ulang lagi". Jawab gue lemas. Terimakasih laundry kampret. Lo telah berhasil mempermalukan gue di depan dosen PA sendiri.

Setelah gue beres berkemas dengan napkin, gue pergi ke ruang busana untuk temui kak Ade buat minta dilaundry lagi. Keluar lagi uang jajan gue.

PESAN TERSIRAT 2: 

Terkadang, seorang ahli sekalipun tidak selalu bisa melakukan suatu hal dengan benar, meski hal itu sudah ditekuninya selama bertahun-tahun. Itulah manusia. Manusia diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan. Dan manusia takkan pernah bisa menjadi yang sempurna. Meskipun kita adalah yang terbaik diantara yang terbaik, tidak menutup kemungkinan kita bisa melakukan suatu kesalahan. 

Begitu juga dengan pasangan. Meski menurut kita dia adalah yang terbaik buat kita, dia bisa saja melakukan kesalahan yang justru tidak kita inginkan. Tapi ada satu hal yang harus diketahui. Jika kita mendapatkan seorang pasangan yang tidak sesuai dengan yang kita butuhkan, bisa jadi dia adalah orang yang lebih dari yang kita butuhkan.

0 comments:

Posting Komentar